Dibalik sejarah hari pahlawan Indonesia

Dibalik Sejarah Hari Pahlawan 10 November

Setiap tanggal 10 November bangsa Indonesia selalu memperingatinya sebagai Hari Pahlawan. Mungkin sebagian orang belum banyak yang mengetahui kenapa tanggal 10 November yang ditetapkannya sebagai Hari Pahlawan.

Momentum perayaan Hari Pahlawan ini tentunya bukan hanya sekedar hadiah, melainkan untuk mengenang jasa para pahlawan yang rela mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tepatnya peristiwa itu terjadi di Surabaya.

Sejarah Singkat Hari Pahlawan 10 November 1945

dilansir dari wikipedia “Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Britania Raya. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.”

Pertempuran hebat tersebut terjadi antara Arek-arek Suroboyo dengan Pasukan NICA yang di boncengi oleh pemerintah Belanda. Sejarah terjadinya peperangan hebat ini adalah Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Pada tanggal 18 September 1945 dimalam hari tepatnya pukul 21.00, Ploegman mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara.

Keesokan harinya para pemuda Suroboyo melihatnya dan marah karena mereka menganggap pasukan NICA dan Belanda telah menghina kedaulatan Bangsa Indonesia, hendak mengembalikan kekuasaan kembali di Indonesia dan melecehkan gerakan pengibaran bendera merah putih yang sedang berlangsung di Surabaya. Awalnya terjadi perundingan di Hotel Yamato dalam hal mengenai penurunan bendera Belanda, namun merekan tidak mau untuk menurunkannya. Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian para pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.

Kematian Brigadir Jenderal Mallaby

Pada tanggal 20 Oktober 1945 terjadilah gencatan senjata antara Pihak Indonesia dan pasukan NICA, keadaan berangsur – angsur mereda hanya bentrokan-bentrokan kecil saja. Namun Bentrokan bentrokan senjata di Surabaya memuncak dengan terbunuhnya Brigadir mereka yang bernama Jenderal Mallaby.

terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.

Daripada mengikuti ultimatum meletakan senjata dan meninggalkan kota, arek Surabaya justru memilih tetap bertahan meskipun konsekuensi pilihan tersebut berarti adalah jatuhnya korban jiwa.

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan. Pasukan sekutu mendapatkan perlawanan dari pasukan dan milisi Indonesia.

Selain Bung Tomo terdapat pula tokoh-tokoh berpengaruh lain dalam menggerakkan rakyat Surabaya pada masa itu, beberapa datang dari latar belakang agama seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai/ulama) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya.

Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran ini mencapai waktu sekitar tiga minggu.

Akibat dari pertempuran hebat tersebut memakan korban jiwa sebanyak 6,000 – 16,000 pejuang Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 – 2000 tentara.

Mengutip sebuah ungkapan Ir Soekarno “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (JASMERAH)” dan “Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Menghormati Pahlawannya”. Maka dari itulah Hari Pahlawan memang perlu untuk di peringati setiap tahunnya.

Gravatar Image
Berbagi Cerita Seputar Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published.